Monday, 15 July 2013

Kelebihan Ilmu


“Allah mengakui bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain dari padaNya dan malaikat-malaikat mengakui dan orang-orang berilmu yang tegak dengan keadilan”
(S. Ali Imran ayat 18)

Maka lihatlah, betapa Allah swt memulai dengan diriNya sendiri dan mendui dengan malaikat dan menigai dengan ahli ilmu. Cukuplah kiranya dengan ini, buat kita pertanda kemuliaan, kelebihan, kejelasan, dan ketinggian orang-orang yang berilmu.

Pada ayat lain Allah swt. berfirman:

“Diangkat oleh Allah orang-orang yang beriman daripada kamu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa tingkat”
(S. Al-Mujadalah, ayat 11)

Ibnu Abbas radliallaahu ‘anh (ra.) (direlai Allah dia kiranya mengatakan : “Untuk ulama beberapa tingkat di atas orang mu’min, dengan 700 tingkat tingginya. Antara dua tingkat itu, jaraknya sampai 500 tahun perjalanan”.

Pada ayat lain Allah swt. Berfirman :

“Katakanlah! Adakah sama antara orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu?”
(S. Az-Zumar, ayat 9)

Berfirman Allah swt. :

“Sesungguhnya yang takut akan Allah daripada hambaNya ialah ulama (ahli ilmu)”
(S. Fathir, ayat 28)

Berfirman Allah swt.:

“Katakanlah! Cukuplah Allah menjadi saksi antara aku dan kamu dan orang-orang yang padanya ada pengetahuan tentang Al-Quran”.
(S. Ar-Ra’d, ayat 43)

Pada ayat yang lain tersebut:

“Berkatalah orang yang mempunyai pengetahuan tentang Kitab: “Aku sanggup membawanya kepada engkau”
(S. An-Naml, ayat 40)

Ayat ini memberitahukan bahwa orang itu merasa sanggup karena tenaga pengetahuan yang ada padanya.

Berfirman Allah swt. :

“Berkatalah orang-orang yang berpengetahuan : Malang nasibmu! Pahala dari Allah lebih baik untuk orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan baik”.
(S. Al-Qashash, ayat 80)

Ayat ini menjelaskan bahwa tingginya kedudukan di akhirat, diketahui dengan ilmu pengetahuan.

Pada ayat lain tersebut:

“Contoh-contoh itu Kami buat untuk manusia dan tidak ada yang mengerti kecuali orang-orang yang berilmu”.
(S. Al-‘Ankabut, ayat 43)

Dan firman Allah swt. :

“Kalau mereka kembalikan kepada Rasul dan orang yang berkuasa diantara mereka niscaya orang-orang yang memperhatikan itu akan dapat mengetahui yang sebenarnya”
(S. An-Nisa’, ayat 83)

Ayat ini menerangkan bahwa untuk menentukan hukum dari segala kejadian, adalah terserah kepada pemahaman mereka. Dan dihubungkan tingkat mereka dengan tingkat Nabi-nabi, dalam hal menyingkap hokum Allah.

Dan ada yang menafsirkan tentang firman Allah :

“Wahai anak Adam! Sesungguhnya Kami telah turunkan kepadamu pakaian yang menutupkan anggota kelaminmu dan bulu dan pakaian ketaqwaan”
(S. Al-A’raf, ayat 26)

Dengan tafsiran, bahwa pakaian itu maksudnya ilmu, bulu itu maksudnya yakin dan pakaian ketaqwaan itu maksudnya malu.

Pada ayat lain tersebut :

“Sesungguhnya Kami telah datangkan kitab kepada mereka, Kami jelaskan dengan pengetahuan”.
(S. Al-A’raf, ayat 52)

Pada ayat lain :

“Sesungguhnya akan kami ceritakan kepada mereka menurut pengetahuan”
(S. Al-A’raf, ayat 7)

Pada ayat lain :

“Bahkan (Al-Quran)itu adalah bukti-bukti yang jelas di dalam dada mereka yang diberi pengetahuan”
(S. Al-‘Ankabut, ayat 49)

Pada ayat lain :

“Tuhan menjadikan manusia dan mengajarkannya berbicara terang”
(S. Ar-Rahman, ayat 3-4)

Tuhan menerangkan yang demikian pada ayat tadi untuk menyatakan nikmatNya dengan pengajaran itu.

Adapun hadits, maka Rasulullah saw. bersabda:

“Barangsiapa dikehendaki Allah akan memperoleh kebaikan, niscaya dianugerahiNya pemahaman dalam agama dan diilhamNya petunjuk”
Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah

Nabi saw. bersabda:

“Orang berilmu (ulama) itu adalah pewaris dari Nabi-Nabi”
Dirawikan Abu Dawud, Ath-Thurmidzi dll. dari Abid Darda’

Dan sudah dimaklumi, bahwa taka da pangkat di atas pangkat kenabian dan taka da kemuliaan di atas kemuliaan yang mewarisi pangkat tersebut.

“Isi langit da nisi bumi meminta ampun untuk orang yang berilmu”
Ini adalah sebahagian dari hadits Abid Darda’

Manakah kedudukan yang melebihi kedudukan orang, di mana para malaikat di langit dan di bumi meminta ampun baginya? Orang itu sibuk dengan urusannya dan para malaikat sibuk pula meminta ampun baginya.

Nabi saw. bersabda :

“bahwa ilmu pengetahuan itu menambahkan mulis orang yang mulia dan meninggikan seorang budak sampai ke tingkat raja-raja”
Dirawikan Abu Na’im dll. dari Anas, dengan Isnad dla’if

Dijelaskan oleh hadits ini akan faedahnya di dunia dan sebagai dimaklumi bahwa akhirat itu lebih baik dan kekal.

“Dua perkara tidak dijumpai pada orang munafiq; baik kelakuan dan berpaham agama”
Dirawikan Ath-Thurmiddzi dari Abu Hurairah, hadits gharib (hadits yang asing isnadnya)

Dan janganlah anda ragu akan hadits ini, karena munafiqnya sebahagian ulama fiqih zaman sekarang. Karena tidaklah dimaksudkan oleh hadits itu akan fiqih yang anda sangkakan. Dan akan diterangkan nanti arti fiqih itu. Sekurang-kurangnya tingkat seorang ahli fiqih tahu ia bahwa akhirat itu lebih baik dari dunia. Dan pengetahuan ini, apabila benar dan banyak padanya, niscaya terlepaslah dia dari sifat nifaq dan ria.

Nabi saw. bersabda :

“Manusia yang terbaik ialah mu’min yang berilmu, jiwa diperlukan dia berguna. Dan jika tidak diperlukan, maka dia dapat menguruskan dirinya sendiri”
Dirawikan Al-Baihaqi dari Abid Darda’, isnad dlalif

Nabi saw. bersabda :

“Iman itu tidak berpakaian, Pakainnya ialah taqwa, perhiasannya ialah malu dan buahnya ialah ilmu”
Dirawikan Al-Hakim dari Abid darda’, isnad dla’if

“Manusia yang terdekat kepada derajat kenabian ialah orang yang berilmu dan berjihad. Adapun orang yang berilmu, maka memberi petunjuk kepda manusia akan apa yang dibawa Rasul-rasul. Dan orang yang berjihad, maka berjuang dengan pedang membela apa yang dibawa para Rasul itu”
Dirawikan Abu Na’im daru Ibnu Abbas, isnad dla’if

“Sesungguhnya mati satu suku bangsa, adalah lebih mudah daripada mati seorang yang berilmu”
Dirawikan Ath-thabrani dan Ibnu Abdul-Birri dari Abi-Darda’

“Manusia itu ibarat barang logam seprti logam emas dan perak. Orang yang baik pada jahiliyah menjadi baik pada pada masa Islam apabila mereka itu perpaham (berilmu)”
Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah

Nabi saw. bersabda :

“Ditimbang pada hari qiamat tinta ulama dengan darah syuhada’ (orang-orang syahid mempertahankan agama Allah)”
Dirawikan Ibnu Abdul-Birri dari Abid-Darda’, sanad dla’if

Nabi saw. bersabda :

“Barangsiapa menghafal kepada ummatku empat puluh hadits, sehingga ia menghafalkannya kepada mereka, maka aku memberi syafa’at dan menjadi saksi baginya pada hari kiamat”
Dirawikan Ibnu Abdul-Birri dari Ibnu Umar dan dipandangnya dla’if

Nabi saw. bersabda :

“Barangsiapa dari ummatku menghafal empat puluh hadits, maka dia akan bertemu dengan Allah pada hari qiamat sebagai seorang ahli fiqih yang ‘alim”
Dirawikan Ibnu Abdul-Birri dari Anas dan dipandangnya dla’if

Nabi saw. bersabda :

“Barangsiapa memahami agama Allah niscaya dicukupkan Allah akan kepentingannya dan diberikanNya rezeqi di luar dugaannya”
Dirawikan Al-Khatib dari Abdullah bin Az-Zubaidi, dengan isnad dla’if

Nabi saw. bersabda :

“Diwahyukan Allah kepada Nabi Ibrahim alahis salam (as) : Hai Ibrahim Bahwasanya Aku Maha Tahu, menyukai tiap-tiap orang yang tahu (berilmu)”
Hadits ini disebutkan Ibnu Abdul–Birri dengan catatan

Bersabda Nabi saw. :

“Orang yang berilmu itu adalah kepercayaan Allah swt. di bumi”
Dirawikan Ibnu Abdil-Birri dari Ma’adz, dengan sanad dla’if

Bersabda Nabi saw. :

“Dua golongan dari ummatku apabila baik niscaya baiklah manusia semuanya dan apabila rusak niscaya manusia seluruhnya yaitu Amir-amir dan ahli-ahli fiqih”
Dirawikan oleh Ibnu Abdil-Birri dan Abu Na’im dari Ibnu Abbas, dengan sanad dla’if

Bersabda Nabi saw. :

“Apabila datanglah kepadaku hari yang tidak bertambah ilmuku padanya, maka mendekatkan aku kepada Allah, maka tidak diberikan barakah bagiku pada terbit matahari hari itu”
Dirawikan Ath-Thabrani, Abu Na’im dan Ibnu Abdil-Birri dan A’isyah

Nabi saw. bersabda : mengenai kelebihan ilmu dari ibadah dan mati syahid :

“Kelebihan orang berilmu dari orang ‘abid (orang yang banyak ibadahnya) seperti kelebihanku dari orang yang paling rendah dari shahabatku”

Lihatlah betapa Nabi saw. membuat perbandingan antara ilmu pengetahuan dan derajat kenabian. Dan bagaimana Nabi mengurangkan tingkat amal ibadah yang tidak dengan ilmu pengetahuan, meskipun orang yang beribadah itu, tidak terlepas dari pengetahuan tentang peribadatan yang selalu dikerjakan. Dan kalau tak adalah ilmu, maka itu bukanlah ibadah namanya.

Nabi saw. bersabda :

“Kelebihan orang berilmu atas orang ‘abid, adalah seperti kelebihan bulan malam purnama dari bintang-bintang yang lain”
Dirawikan Abu Dawud, At-Tirmidzi dll. dari Abid-Darda’

Nabi saw. bersabda :

“Yang memberi syafa’at pada hari qiamat ialah tiga golongan yaitu: para nabi, kemudian alim ulama dan kemudian para syuhada”
Dirawikan Ibnu Majah dari Utsman bin Affan isnad dla’if

Ditinggikan kedudukan ahli mu sesudah nabi dan di atas orang syahid, serta apa yang tersebut dalam hadits tentang kelebihan orang syahid.

Nabi saw. bersabda :

“Tiadalah peribadatan sesuatu kepada Allah yang lebih utama dari pada memahami agama. Seseorang ahli fiqih yang lebih sukar bagi setan menipunya daripada seribu orang ‘abid. Tiap-tiap sesuatu, ada tiangnya. Dan tiang agama itu ialah memahaminya (ilmu fiqih)”
Dirawikan Ath-Thabrani dll. dari Abu Hurairah, Isnad dla’if

Nabi saw. bersabda :

“Yang terbaik dari agamamu ialah yang termudah dan ibadah yang terbaik ialah memahami agama”
Dirawikan Ibun Abdil-Birri dari Anas, sand dla’if

Nabi saw. bersabda :

“Kelebihan orang mu’min yang berilmu dari orang mu’min yang ‘abid tujuh puluh derajat”
Dirawikan Ibnu ‘Uda dari Abu Hurairah, isnad dla’if

Nabi saw. bersabda :

“Bahwa kamu berada pada suatu masa yang banyak ahli fiqihnya, sedikit ahli qira-at dan ahli pidato, sedikit orang meminta dan banyak orang memberi. Dan amal pada masa tersebut lebih baik dari pada ilmu. Dan akan datang kepada ummat manusia suatu masa, yang sedikit ahli fiqihnya, banyak ahli pidato, sedikit yang memberi dan banyak yang meminta. Ilmu pada masa itu lebih baik dari amal”
Dirawikan Ath-Thabrani dari Hizam bin Hakim, Isnad dla’if

Bersabda Nabi saw. :

“Antara orang ‘alim dan orang ‘abid seratus derajat jaraknya. Jarak antara dua derajat itu dapat dicapai dalam masa tujuh puluh tahun oleh seekor kuda pacuan”
Dirawikan Al-Ashfahani dari Ibnu Umar, dengan sanad dla’if

Orang bertanya kepada Nabi saw. : “Wahai Rasullulah! Amalan apakah yang lebih baik?”, Maka Nabi saw. menjawab : “Ilmu mengenai Allah ‘Azza wa Jalla (Maha Mulia dan Maha Besar)!”.

Bertanya pula orang itu : “Ilmu apa yang engkau kehendaki?”
Nabi saw. menjawab : “Ilmu mengenai Allah swt.”.

Berkata orang itu lagi : “Kami menanyakan tentang amal, lantas engkau menjawab tentang ilmu”

Maka Nabi saw. menjab : “Bahwasanya sedikit amal adalah bermanfa’at dengan disertai ilmu mengenai Allah. Dan bahwasanya banyak amal tidak bermanfa’at bila disertai kebodohan mengenai Allah swt.”

Nabi saw. bersabda :

“Allah swt. membangkitkan hamba-hambaNya pada hari qiamat. Kemudian membangkitkan orang-orang ‘alim seraya berfirman : “Hai orang ‘alim! Bahwasanya Aku tidak meletakkan ilmuKu pada mu selain karena Aku mengetahui tentang kamu. Dan tidak Aku meletakkan ilmuKu padamu untuk memberi adzab kepadamu. Pergilah! Aku telah mengampunkan segala dosamu”
Dirawikan Ath-Thabrani dari Abi Musa, dengan sanad dla’if

Kita bermohon kepada Allah akan husnul-khatimah!

* *

Adapun atsar (kata-kata shahabat Nabi saw. dan pemuka-pemuka Islam lainnya) yaitu :

Ali bin Abi Thalib ra. Berkata kepada Kumail : “Hai Kumail! Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta itu terhukum. Harta itu berkurang apabila dibelanjakan dan ilmu itu bertambah dengan dibelanjakan”

Berkata pula Ali ra. : “Orang berilmu  lebih utama daripada orang yang selalu berpuasa, bershalat dan berjihad. Apabila mati orang yang berilmu, maka terdapatlah suatu kekosongan dalam Islam yang tidak dapat ditutup selain orang penggantinya”.

Berkata pula Ali ra. Dengan sajak :

* Tidaklah kebanggaan selain bagi ilmu,
            Mereka memberi petunjuk kepada orang yang meminta ditunjukkan

* Nilai manusia adalah dengan kebaikan yang dikerjakannya,
            Dan orang-orang bodoh itu adalah musuh ahli ilmu

* Menanglah engkau dengan ilmu, hiduplah lama.
            Orang lain mati, ahli ilmu it uterus hidup

Berkata Abul-Aswad : “Tidak adalah yang lebih mulia dari ilmu. Raja-raja itu menghukum manusia dan ‘alim ulama itu menghukum raja-raja”

Berkata Ibnu Abbas ra. : “Disuruh pilih pada Sulaiman bin Daud as. Antara ilmu, harta dan kerajaan. Maka dipilihnya ilmu, lalu dianugerahkanlah kepadanya harta dan kerajaan bersama ilmu itu”

“Ditanyakan kepada Ibnul Mubarak : “Siapakah manusia itu”.
Maka ia menjawab : “Orang-orang yang berilmu”.
Lalu ditanyakan pula : “Siapakah raja itu?”
Maka is menjawab : “Orang yang zuhud (tidak terpengaruh dengan kemewahan dunia)”
Ditanyakan pula : “Siapakah orang hina itu?”
Maka ia menjawab : “Mereka yang memakan (memperoleh) dunia dengan agama”

Ibnul Mubarak tidak memasukkan orang tak berilmu dalam golongan manusia. Karena ciri yang membedakan antara manusia dan hewan, ialah ilmu. Maka manusia itu adalah manusia, di mana ia menjadi mulia karena ilmu. Dan tidaklah yang demikian itu disebabkan kekuatan dirinya. Unta adalah lebih kuat daripada manusia. Bukanlah karena besarnya. Gajah lebih besar daripada manusia. Bukanlah karena beraninya. Binatang buas lebih berani daripada manusia. Bukanlah karena banyak makannya. Perut lembu lebih besar dari perut manusia. Bukanlah karena kesetubuhannya dengan wanita. Burung pipit yang paling rendah lebih kuat bersetubuh, dibandingkan dengan manusia. Bahkan, manusia itu tidak dijadikan, selain karena ilmu.

Berkata sesetengah ula : “Wahai kiranya, barang apakah yang dapat diperoleh oleh orang yang ketiadaan ilmu dan barang apakah yang hilang dari orang yang memperoleh ilmu”

Bersabda Nabi saw. :

“Barangsiapa dihadiahkan kepadanya Al-Quran lalu memandang ada lain yang lebih baik daripadanya, maka orang itu telah menghinakan apa yang dibesarkan oleh Allah Ta’ala”.

Bertanya Fathul-Mausili ra. : “Bukankah orang sakit itu apabila tak mau makan dan minum, lalu mati?”
Menjawab orang dikelilingnya : “Benar”

Lalu menyambung Fathul-Mausuli : “Begitu pula hati, apabila tak mau kepada hikmah dan ilmu dalam tiga hari, maka matilah hati itu”

Benarlah perkataan itu, karena sesungguhnya makanan hati itu ialah ilmu dan hikmahnya. Dengan dua itulah, hidup hati, sebagaimana tubuh itu hidup dengan makanan.

Orang yang tak berilmu, hatinya menjadi sakit dan kematian hatinya itu suatu keahrusan. Tetapi, dia tidak menyedari demikian, karena kecintaan dan kesibukannya dengan dunia, menghilangkan perasaan itu, sebagaimana kesangatan takut, kadang-kadang menghilang kepedihan luka seketika, meskipun luka itu masih ada.

Apabila mati itu telah menghilang kesibukan duniawi, lalu ia merasa dan merugi besar. Kemudian, itu tidak bermanfa’at baginya.

Yang demikain itu, seperti : dirasakan oleh orang yang telah aman dari ketakutan dan telah sembuh mabuk, dengan luka-luka yang diperolehnya dahulu sewaktu sedang mabuk dan takut.

Kita berlindung dengan Allah dari pembukaan apa yang tertutup. Sesungguhnya manusia itu tertidur. Apabila mati, maka dia terbangun. Berkata Al-Hassan ra. : “Ditimbang tinta para ulama dengan darah para syuhada’. Maka beratlah timbangan tinta par aula itu, dari darah para syuhada’”.

Berkata Ibnu Mas’ud ra. : “Haruslah engkau berilmu sebelum ilmu itu diangkat. Diangkat ilmu adalah dengan kematian perawi-perawinya. Demi Tuhan yang jiwaku di dalam kekuasaanNya!. Sesungguhnya orang-orang yang syahid dalam perang sabil, lebih suka dibangkitkan oleh Allah nanti sebagai ulama. Karena melihat kemuliaan ulama itu. Sesungguhnya taka da seorangpun yang dilahirkan berilmu. Karena ilmu itu adalah dengan belajar”.

Berkata Ibnu Abbas ra. : “Bertukar- pikiran tentang ilmu sebahagian dari malam, lebih aku sukai daripada berbuat ibadah di malam itu”. Begitu juga menurut Abu Hurairah ra. Dan Ahmad bin Hanbal ra.

Berkata Al-Hasan tentang firman Allah Ta’ala :

“Wahai Tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia ini dan kebaikan pula di hari akhirat”.
(s. Al-Baqarah, ayat 201)

Bahwa kebaikan didunia itu ialah ilmu dan  ibadah, sedang kebaikan di akhirat itu, ialah sorga.

Ditanyakan kepada setengah hukama’ (para ahli hikmah) : “Barang apakah yang dapat disimpan lama?”

Lalu ia menjawab : “Yaitu barang-barang, apabila kapalmu karam, maka dia berenang bersama kamu, yakni : ilmu”. Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan karam kapal ialah binasa badan, dengan mati.

Berkata setengah hukama’ : “Barangsiapa membuat ilmu sebagai kekang di mulut kuda, niscaya dia diambil manusia menjadi imam. Dan barangsiapa dikenal dengan hikmahnya, niscaya dia diperhatikan oleh semua mata dengan mulia”.

Berkata Imam Asy-Syafi’I ra. : “Diantara kemuliaan ilmu, ialah bahwa tiap-tiap orang dikatakan berilmu, meskipun dalam soal yang remeh, maka ia gembira. Sebaliknya, apabila dikatakan tidak, maka ia merasa sedih”.

Berkata Umar ra. : “Hai manusia! Haruslah engkau berilmu! Bahwasanya Allah swt. mempunyai selendang yang dikasihiNya. Barangsiapa mencari sebuah pintu dari ilmu, maka ia diselendangi Allah dengan selendangNya. Jika ia berbuat dosa, maka dimintanya kerelaan Allah tiga kali, supaya selendang itu tidak di buka daripadanya dan jika pun berkepanjangan dosanya sampai ia mati”

Berkata Al-Ahnaf ra. : “Hampirlah orang berilmu itu dianggap sebagai Tuhan. Dan tiap-tiap kemulaian yang tidak dikuatkan dengan ilmu, maka kehinaanlah kesudahannya”

Berkata Salim bin Abil-Ja’ad : “Aku dibeli oleh tuanku dengan harga 300 dirham lalu dimerdekakannya aku. Lalu aku bertanya : “Pekerjaan apakah yang akan aku kerjakan?”. Maka bekerjalah aku dalam lapangan ilmu. Tak sampai setahun kemudian, datanglah berkunjung kepadaku amir kota Madinah. Maka tidak aku izinkan ia masuk”.

Berkata Zubair bin Abi Bakar : “Ayahku di Irak menulis surat kepadaku. Isinya diantara lain, yaitu : “Haruslah engkau berilmu! Karena jika engkau memerlukan kepadanya, maka ia menjadi harta bagimu. Dan jika engkau tidak memerlukan kepadanya, maka ilmu itu menambahkan keelokanmu”.

Diceritakan juga yang demikian dalam nasehat Luqman kepada anaknya. Berkata Luqman : “Hai anakku! Duduklah bersama ulama! Rapatlah mereka dengan kedua lututmu! Sesungguhnya Allah swt. menghidupkan hati dengan nur-hikmah (sinar ilmu) seperti menghidupkan bumi dengan hujan dari langit”.

“Berkata setengah hukama’ : “Apabila meninggal seorang ahli ilmu, maka ia ditangisi oleh ikan di dalam air dan burung di udara. Wajahnya hilang tetapi sebutannya tidak dilupakan”.


Berkata Az-Zuhri : “Ilmu itu jantan dan tidak mencintainya selain oleh laki-laki yang jantan”.

Sumber: Imam Al Ghazali(1980); Ihya Ulumiddin, Jiwa Agama, Jilid 1, m.s 39 – 56 , Perc. Menara Kudus (Indonesia)

No comments:

Post a Comment