“Allah mengakui bahwa
sesungguhnya tidak ada Tuhan selain dari padaNya dan malaikat-malaikat mengakui
dan orang-orang berilmu yang tegak dengan keadilan”
(S.
Ali Imran ayat 18)
Maka
lihatlah, betapa Allah swt memulai dengan diriNya sendiri dan mendui dengan
malaikat dan menigai dengan ahli ilmu. Cukuplah kiranya dengan ini, buat kita
pertanda kemuliaan, kelebihan, kejelasan, dan ketinggian orang-orang yang
berilmu.
Pada
ayat lain Allah swt. berfirman:
“Diangkat oleh Allah orang-orang
yang beriman daripada kamu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa
tingkat”
(S.
Al-Mujadalah, ayat 11)
Ibnu
Abbas radliallaahu ‘anh (ra.) (direlai
Allah dia kiranya mengatakan : “Untuk ulama beberapa tingkat di atas orang mu’min,
dengan 700 tingkat tingginya. Antara dua tingkat itu, jaraknya sampai 500 tahun
perjalanan”.
Pada
ayat lain Allah swt. Berfirman :
“Katakanlah! Adakah sama antara
orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu?”
(S.
Az-Zumar, ayat 9)
Berfirman
Allah swt. :
“Sesungguhnya yang takut akan
Allah daripada hambaNya ialah ulama (ahli ilmu)”
(S.
Fathir, ayat 28)
Berfirman
Allah swt.:
“Katakanlah! Cukuplah Allah
menjadi saksi antara aku dan kamu dan orang-orang yang padanya ada pengetahuan
tentang Al-Quran”.
(S.
Ar-Ra’d, ayat 43)
Pada
ayat yang lain tersebut:
“Berkatalah orang yang mempunyai
pengetahuan tentang Kitab: “Aku sanggup membawanya kepada engkau”
(S.
An-Naml, ayat 40)
Ayat
ini memberitahukan bahwa orang itu merasa sanggup karena tenaga pengetahuan
yang ada padanya.
Berfirman
Allah swt. :
“Berkatalah orang-orang yang
berpengetahuan : Malang nasibmu! Pahala dari Allah lebih baik untuk orang yang
beriman dan mengerjakan perbuatan baik”.
(S.
Al-Qashash, ayat 80)
Ayat
ini menjelaskan bahwa tingginya kedudukan di akhirat, diketahui dengan ilmu
pengetahuan.
Pada
ayat lain tersebut:
“Contoh-contoh itu Kami buat
untuk manusia dan tidak ada yang mengerti kecuali orang-orang yang berilmu”.
(S.
Al-‘Ankabut, ayat 43)
Dan
firman Allah swt. :
“Kalau mereka kembalikan kepada
Rasul dan orang yang berkuasa diantara mereka niscaya orang-orang yang
memperhatikan itu akan dapat mengetahui yang sebenarnya”
(S.
An-Nisa’, ayat 83)
Ayat
ini menerangkan bahwa untuk menentukan hukum dari segala kejadian, adalah
terserah kepada pemahaman mereka. Dan dihubungkan tingkat mereka dengan tingkat
Nabi-nabi, dalam hal menyingkap hokum Allah.
Dan
ada yang menafsirkan tentang firman Allah :
“Wahai anak Adam! Sesungguhnya
Kami telah turunkan kepadamu pakaian yang menutupkan anggota kelaminmu dan bulu
dan pakaian ketaqwaan”
(S.
Al-A’raf, ayat 26)
Dengan
tafsiran, bahwa pakaian itu maksudnya ilmu, bulu itu maksudnya yakin dan
pakaian ketaqwaan itu maksudnya malu.
Pada
ayat lain tersebut :
“Sesungguhnya Kami telah
datangkan kitab kepada mereka, Kami jelaskan dengan pengetahuan”.
(S.
Al-A’raf, ayat 52)
Pada
ayat lain :
“Sesungguhnya akan kami ceritakan
kepada mereka menurut pengetahuan”
(S.
Al-A’raf, ayat 7)
Pada
ayat lain :
“Bahkan (Al-Quran)itu adalah
bukti-bukti yang jelas di dalam dada mereka yang diberi pengetahuan”
(S.
Al-‘Ankabut, ayat 49)
Pada
ayat lain :
“Tuhan menjadikan manusia dan
mengajarkannya berbicara terang”
(S.
Ar-Rahman, ayat 3-4)
Tuhan
menerangkan yang demikian pada ayat tadi untuk menyatakan nikmatNya dengan
pengajaran itu.
Adapun
hadits, maka Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa dikehendaki Allah
akan memperoleh kebaikan, niscaya dianugerahiNya pemahaman dalam agama dan
diilhamNya petunjuk”
Dirawikan
Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah
Nabi
saw. bersabda:
“Orang berilmu (ulama) itu adalah
pewaris dari Nabi-Nabi”
Dirawikan
Abu Dawud, Ath-Thurmidzi dll. dari Abid Darda’
Dan
sudah dimaklumi, bahwa taka da pangkat di atas pangkat kenabian dan taka da kemuliaan
di atas kemuliaan yang mewarisi pangkat tersebut.
“Isi langit da nisi bumi meminta
ampun untuk orang yang berilmu”
Ini
adalah sebahagian dari hadits Abid Darda’
Manakah
kedudukan yang melebihi kedudukan orang, di mana para malaikat di langit dan di
bumi meminta ampun baginya? Orang itu sibuk dengan urusannya dan para malaikat
sibuk pula meminta ampun baginya.
Nabi
saw. bersabda :
“bahwa ilmu pengetahuan itu
menambahkan mulis orang yang mulia dan meninggikan seorang budak sampai ke
tingkat raja-raja”
Dirawikan
Abu Na’im dll. dari Anas, dengan Isnad dla’if
Dijelaskan
oleh hadits ini akan faedahnya di dunia dan sebagai dimaklumi bahwa akhirat itu
lebih baik dan kekal.
“Dua perkara tidak dijumpai pada
orang munafiq; baik kelakuan dan berpaham agama”
Dirawikan
Ath-Thurmiddzi dari Abu Hurairah, hadits gharib (hadits yang asing isnadnya)
Dan
janganlah anda ragu akan hadits ini, karena munafiqnya sebahagian ulama fiqih zaman sekarang. Karena tidaklah
dimaksudkan oleh hadits itu akan fiqih
yang anda sangkakan. Dan akan diterangkan nanti arti fiqih itu.
Sekurang-kurangnya tingkat seorang ahli fiqih tahu ia bahwa akhirat itu lebih
baik dari dunia. Dan pengetahuan ini, apabila benar dan banyak padanya, niscaya
terlepaslah dia dari sifat nifaq dan ria.
Nabi
saw. bersabda :
“Manusia yang terbaik ialah
mu’min yang berilmu, jiwa diperlukan dia berguna. Dan jika tidak diperlukan,
maka dia dapat menguruskan dirinya sendiri”
Dirawikan
Al-Baihaqi dari Abid Darda’, isnad dlalif
Nabi
saw. bersabda :
“Iman itu tidak berpakaian,
Pakainnya ialah taqwa, perhiasannya ialah malu dan buahnya ialah ilmu”
Dirawikan
Al-Hakim dari Abid darda’, isnad dla’if
“Manusia yang terdekat kepada
derajat kenabian ialah orang yang berilmu dan berjihad. Adapun orang yang
berilmu, maka memberi petunjuk kepda manusia akan apa yang dibawa Rasul-rasul.
Dan orang yang berjihad, maka berjuang dengan pedang membela apa yang dibawa
para Rasul itu”
Dirawikan
Abu Na’im daru Ibnu Abbas, isnad dla’if
“Sesungguhnya mati satu suku
bangsa, adalah lebih mudah daripada mati seorang yang berilmu”
Dirawikan
Ath-thabrani dan Ibnu Abdul-Birri dari Abi-Darda’
“Manusia itu ibarat barang logam
seprti logam emas dan perak. Orang yang baik pada jahiliyah menjadi baik pada
pada masa Islam apabila mereka itu perpaham (berilmu)”
Dirawikan
Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
Nabi
saw. bersabda :
“Ditimbang pada hari qiamat tinta
ulama dengan darah syuhada’ (orang-orang syahid mempertahankan agama Allah)”
Dirawikan
Ibnu Abdul-Birri dari Abid-Darda’, sanad dla’if
Nabi
saw. bersabda :
“Barangsiapa menghafal kepada
ummatku empat puluh hadits, sehingga ia menghafalkannya kepada mereka, maka aku
memberi syafa’at dan menjadi saksi baginya pada hari kiamat”
Dirawikan
Ibnu Abdul-Birri dari Ibnu Umar dan dipandangnya dla’if
Nabi
saw. bersabda :
“Barangsiapa dari ummatku
menghafal empat puluh hadits, maka dia akan bertemu dengan Allah pada hari
qiamat sebagai seorang ahli fiqih yang ‘alim”
Dirawikan
Ibnu Abdul-Birri dari Anas dan dipandangnya dla’if
Nabi
saw. bersabda :
“Barangsiapa memahami agama Allah
niscaya dicukupkan Allah akan kepentingannya dan diberikanNya rezeqi di luar
dugaannya”
Dirawikan
Al-Khatib dari Abdullah bin Az-Zubaidi, dengan isnad dla’if
Nabi
saw. bersabda :
“Diwahyukan Allah kepada Nabi
Ibrahim alahis salam (as) : Hai Ibrahim Bahwasanya Aku Maha Tahu, menyukai
tiap-tiap orang yang tahu (berilmu)”
Hadits
ini disebutkan Ibnu Abdul–Birri dengan catatan
Bersabda
Nabi saw. :
“Orang yang berilmu itu adalah
kepercayaan Allah swt. di bumi”
Dirawikan
Ibnu Abdil-Birri dari Ma’adz, dengan sanad dla’if
Bersabda
Nabi saw. :
“Dua golongan dari ummatku
apabila baik niscaya baiklah manusia semuanya dan apabila rusak niscaya manusia
seluruhnya yaitu Amir-amir dan ahli-ahli fiqih”
Dirawikan
oleh Ibnu Abdil-Birri dan Abu Na’im dari Ibnu Abbas, dengan sanad dla’if
Bersabda
Nabi saw. :
“Apabila datanglah kepadaku hari
yang tidak bertambah ilmuku padanya, maka mendekatkan aku kepada Allah, maka
tidak diberikan barakah bagiku pada terbit matahari hari itu”
Dirawikan
Ath-Thabrani, Abu Na’im dan Ibnu Abdil-Birri dan A’isyah
Nabi
saw. bersabda : mengenai kelebihan ilmu dari ibadah dan mati syahid :
“Kelebihan orang berilmu dari
orang ‘abid (orang yang banyak ibadahnya) seperti kelebihanku dari orang yang
paling rendah dari shahabatku”
Lihatlah
betapa Nabi saw. membuat perbandingan antara ilmu pengetahuan dan derajat
kenabian. Dan bagaimana Nabi mengurangkan tingkat amal ibadah yang tidak dengan
ilmu pengetahuan, meskipun orang yang beribadah itu, tidak terlepas dari
pengetahuan tentang peribadatan yang selalu dikerjakan. Dan kalau tak adalah
ilmu, maka itu bukanlah ibadah namanya.
Nabi
saw. bersabda :
“Kelebihan orang berilmu atas
orang ‘abid, adalah seperti kelebihan bulan malam purnama dari bintang-bintang
yang lain”
Dirawikan
Abu Dawud, At-Tirmidzi dll. dari Abid-Darda’
Nabi
saw. bersabda :
“Yang memberi syafa’at pada hari
qiamat ialah tiga golongan yaitu: para nabi, kemudian alim ulama dan kemudian
para syuhada”
Dirawikan
Ibnu Majah dari Utsman bin Affan isnad dla’if
Ditinggikan
kedudukan ahli mu sesudah nabi dan di atas orang syahid, serta apa yang
tersebut dalam hadits tentang kelebihan orang syahid.
Nabi
saw. bersabda :
“Tiadalah peribadatan sesuatu
kepada Allah yang lebih utama dari pada memahami agama. Seseorang ahli fiqih
yang lebih sukar bagi setan menipunya daripada seribu orang ‘abid. Tiap-tiap
sesuatu, ada tiangnya. Dan tiang agama itu ialah memahaminya (ilmu fiqih)”
Dirawikan
Ath-Thabrani dll. dari Abu Hurairah, Isnad dla’if
Nabi
saw. bersabda :
“Yang terbaik dari agamamu ialah
yang termudah dan ibadah yang terbaik ialah memahami agama”
Dirawikan
Ibun Abdil-Birri dari Anas, sand dla’if
Nabi
saw. bersabda :
“Kelebihan orang mu’min yang
berilmu dari orang mu’min yang ‘abid tujuh puluh derajat”
Dirawikan
Ibnu ‘Uda dari Abu Hurairah, isnad dla’if
Nabi
saw. bersabda :
“Bahwa kamu berada pada suatu
masa yang banyak ahli fiqihnya, sedikit ahli qira-at dan ahli pidato, sedikit
orang meminta dan banyak orang memberi. Dan amal pada masa tersebut lebih baik
dari pada ilmu. Dan akan datang kepada ummat manusia suatu masa, yang sedikit
ahli fiqihnya, banyak ahli pidato, sedikit yang memberi dan banyak yang meminta.
Ilmu pada masa itu lebih baik dari amal”
Dirawikan
Ath-Thabrani dari Hizam bin Hakim, Isnad dla’if
Bersabda
Nabi saw. :
“Antara orang ‘alim dan orang ‘abid
seratus derajat jaraknya. Jarak antara dua derajat itu dapat dicapai dalam masa
tujuh puluh tahun oleh seekor kuda pacuan”
Dirawikan
Al-Ashfahani dari Ibnu Umar, dengan sanad dla’if
Orang
bertanya kepada Nabi saw. : “Wahai Rasullulah! Amalan apakah yang lebih baik?”,
Maka Nabi saw. menjawab : “Ilmu mengenai Allah ‘Azza wa Jalla (Maha Mulia dan
Maha Besar)!”.
Bertanya
pula orang itu : “Ilmu apa yang engkau kehendaki?”
Nabi
saw. menjawab : “Ilmu mengenai Allah swt.”.
Berkata
orang itu lagi : “Kami menanyakan tentang amal, lantas engkau menjawab tentang
ilmu”
Maka
Nabi saw. menjab : “Bahwasanya sedikit amal adalah bermanfa’at dengan disertai
ilmu mengenai Allah. Dan bahwasanya banyak amal tidak bermanfa’at bila disertai
kebodohan mengenai Allah swt.”
Nabi
saw. bersabda :
“Allah swt. membangkitkan
hamba-hambaNya pada hari qiamat. Kemudian membangkitkan orang-orang ‘alim
seraya berfirman : “Hai orang ‘alim! Bahwasanya Aku tidak meletakkan ilmuKu
pada mu selain karena Aku mengetahui tentang kamu. Dan tidak Aku meletakkan
ilmuKu padamu untuk memberi adzab kepadamu. Pergilah! Aku telah mengampunkan
segala dosamu”
Dirawikan
Ath-Thabrani dari Abi Musa, dengan sanad dla’if
Kita
bermohon kepada Allah akan husnul-khatimah!
*
*
Adapun
atsar (kata-kata shahabat Nabi saw. dan pemuka-pemuka Islam lainnya) yaitu :
Ali
bin Abi Thalib ra. Berkata kepada Kumail : “Hai Kumail! Ilmu itu lebih baik
daripada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu
penghukum (hakim) dan harta itu terhukum. Harta itu berkurang apabila
dibelanjakan dan ilmu itu bertambah dengan dibelanjakan”
Berkata
pula Ali ra. : “Orang berilmu lebih
utama daripada orang yang selalu berpuasa, bershalat dan berjihad. Apabila mati
orang yang berilmu, maka terdapatlah suatu kekosongan dalam Islam yang tidak
dapat ditutup selain orang penggantinya”.
Berkata
pula Ali ra. Dengan sajak :
*
Tidaklah kebanggaan selain bagi ilmu,
Mereka memberi petunjuk kepada orang
yang meminta ditunjukkan
*
Nilai manusia adalah dengan kebaikan yang dikerjakannya,
Dan orang-orang bodoh itu adalah
musuh ahli ilmu
*
Menanglah engkau dengan ilmu, hiduplah lama.
Orang lain mati, ahli ilmu it uterus
hidup
Berkata
Abul-Aswad : “Tidak adalah yang lebih mulia dari ilmu. Raja-raja itu menghukum
manusia dan ‘alim ulama itu menghukum raja-raja”
Berkata
Ibnu Abbas ra. : “Disuruh pilih pada Sulaiman bin Daud as. Antara ilmu, harta
dan kerajaan. Maka dipilihnya ilmu, lalu dianugerahkanlah kepadanya harta dan
kerajaan bersama ilmu itu”
“Ditanyakan
kepada Ibnul Mubarak : “Siapakah manusia itu”.
Maka
ia menjawab : “Orang-orang yang berilmu”.
Lalu
ditanyakan pula : “Siapakah raja itu?”
Maka
is menjawab : “Orang yang zuhud (tidak terpengaruh dengan kemewahan dunia)”
Ditanyakan
pula : “Siapakah orang hina itu?”
Maka
ia menjawab : “Mereka yang memakan (memperoleh) dunia dengan agama”
Ibnul
Mubarak tidak memasukkan orang tak berilmu dalam golongan manusia. Karena ciri
yang membedakan antara manusia dan hewan, ialah ilmu. Maka manusia itu adalah
manusia, di mana ia menjadi mulia karena ilmu. Dan tidaklah yang demikian itu
disebabkan kekuatan dirinya. Unta adalah lebih kuat daripada manusia. Bukanlah
karena besarnya. Gajah lebih besar daripada manusia. Bukanlah karena beraninya.
Binatang buas lebih berani daripada manusia. Bukanlah karena banyak makannya.
Perut lembu lebih besar dari perut manusia. Bukanlah karena kesetubuhannya
dengan wanita. Burung pipit yang paling rendah lebih kuat bersetubuh,
dibandingkan dengan manusia. Bahkan, manusia itu tidak dijadikan, selain karena
ilmu.
Berkata
sesetengah ula : “Wahai kiranya, barang apakah yang dapat diperoleh oleh orang
yang ketiadaan ilmu dan barang apakah yang hilang dari orang yang memperoleh
ilmu”
Bersabda
Nabi saw. :
“Barangsiapa dihadiahkan
kepadanya Al-Quran lalu memandang ada lain yang lebih baik daripadanya, maka
orang itu telah menghinakan apa yang dibesarkan oleh Allah Ta’ala”.
Bertanya
Fathul-Mausili ra. : “Bukankah orang sakit itu apabila tak mau makan dan minum,
lalu mati?”
Menjawab
orang dikelilingnya : “Benar”
Lalu
menyambung Fathul-Mausuli : “Begitu pula hati, apabila tak mau kepada hikmah
dan ilmu dalam tiga hari, maka matilah hati itu”
Benarlah
perkataan itu, karena sesungguhnya makanan hati itu ialah ilmu dan hikmahnya.
Dengan dua itulah, hidup hati, sebagaimana tubuh itu hidup dengan makanan.
Orang
yang tak berilmu, hatinya menjadi sakit dan kematian hatinya itu suatu
keahrusan. Tetapi, dia tidak menyedari demikian, karena kecintaan dan
kesibukannya dengan dunia, menghilangkan perasaan itu, sebagaimana kesangatan
takut, kadang-kadang menghilang kepedihan luka seketika, meskipun luka itu
masih ada.
Apabila
mati itu telah menghilang kesibukan duniawi, lalu ia merasa dan merugi besar.
Kemudian, itu tidak bermanfa’at baginya.
Yang
demikain itu, seperti : dirasakan oleh orang yang telah aman dari ketakutan dan
telah sembuh mabuk, dengan luka-luka yang diperolehnya dahulu sewaktu sedang
mabuk dan takut.
Kita
berlindung dengan Allah dari pembukaan apa yang tertutup. Sesungguhnya manusia
itu tertidur. Apabila mati, maka dia terbangun. Berkata Al-Hassan ra. : “Ditimbang
tinta para ulama dengan darah para syuhada’. Maka beratlah timbangan tinta par
aula itu, dari darah para syuhada’”.
Berkata
Ibnu Mas’ud ra. : “Haruslah engkau berilmu sebelum ilmu itu diangkat. Diangkat
ilmu adalah dengan kematian perawi-perawinya. Demi Tuhan yang jiwaku di dalam
kekuasaanNya!. Sesungguhnya orang-orang yang syahid dalam perang sabil, lebih
suka dibangkitkan oleh Allah nanti sebagai ulama. Karena melihat kemuliaan
ulama itu. Sesungguhnya taka da seorangpun yang dilahirkan berilmu. Karena ilmu
itu adalah dengan belajar”.
Berkata
Ibnu Abbas ra. : “Bertukar- pikiran tentang ilmu sebahagian dari malam, lebih
aku sukai daripada berbuat ibadah di malam itu”. Begitu juga menurut Abu
Hurairah ra. Dan Ahmad bin Hanbal ra.
Berkata
Al-Hasan tentang firman Allah Ta’ala :
“Wahai Tuhan kami! Berilah kami
kebaikan di dunia ini dan kebaikan pula di hari akhirat”.
(s.
Al-Baqarah, ayat 201)
Bahwa
kebaikan didunia itu ialah ilmu dan ibadah, sedang kebaikan di akhirat itu,
ialah sorga.
Ditanyakan
kepada setengah hukama’ (para ahli hikmah) : “Barang apakah yang dapat disimpan
lama?”
Lalu
ia menjawab : “Yaitu barang-barang, apabila kapalmu karam, maka dia berenang
bersama kamu, yakni : ilmu”. Dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan karam kapal ialah binasa badan, dengan mati.
Berkata
setengah hukama’ : “Barangsiapa membuat ilmu sebagai kekang di mulut kuda,
niscaya dia diambil manusia menjadi imam. Dan barangsiapa dikenal dengan
hikmahnya, niscaya dia diperhatikan oleh semua mata dengan mulia”.
Berkata
Imam Asy-Syafi’I ra. : “Diantara kemuliaan ilmu, ialah bahwa tiap-tiap orang
dikatakan berilmu, meskipun dalam soal yang remeh, maka ia gembira. Sebaliknya,
apabila dikatakan tidak, maka ia merasa sedih”.
Berkata
Umar ra. : “Hai manusia! Haruslah engkau berilmu! Bahwasanya Allah swt.
mempunyai selendang yang dikasihiNya. Barangsiapa mencari sebuah pintu dari
ilmu, maka ia diselendangi Allah dengan selendangNya. Jika ia berbuat dosa,
maka dimintanya kerelaan Allah tiga kali, supaya selendang itu tidak di buka
daripadanya dan jika pun berkepanjangan dosanya sampai ia mati”
Berkata
Al-Ahnaf ra. : “Hampirlah orang berilmu itu dianggap sebagai Tuhan. Dan
tiap-tiap kemulaian yang tidak dikuatkan dengan ilmu, maka kehinaanlah
kesudahannya”
Berkata
Salim bin Abil-Ja’ad : “Aku dibeli oleh tuanku dengan harga 300 dirham lalu
dimerdekakannya aku. Lalu aku bertanya : “Pekerjaan apakah yang akan aku
kerjakan?”. Maka bekerjalah aku dalam lapangan ilmu. Tak sampai setahun
kemudian, datanglah berkunjung kepadaku amir kota Madinah. Maka tidak aku
izinkan ia masuk”.
Berkata
Zubair bin Abi Bakar : “Ayahku di Irak menulis surat kepadaku. Isinya diantara
lain, yaitu : “Haruslah engkau berilmu! Karena jika engkau memerlukan
kepadanya, maka ia menjadi harta bagimu. Dan jika engkau tidak memerlukan
kepadanya, maka ilmu itu menambahkan keelokanmu”.
Diceritakan
juga yang demikian dalam nasehat Luqman kepada anaknya. Berkata Luqman : “Hai
anakku! Duduklah bersama ulama! Rapatlah mereka dengan kedua lututmu!
Sesungguhnya Allah swt. menghidupkan hati dengan nur-hikmah (sinar ilmu) seperti
menghidupkan bumi dengan hujan dari langit”.
“Berkata
setengah hukama’ : “Apabila meninggal seorang ahli ilmu, maka ia ditangisi oleh
ikan di dalam air dan burung di udara. Wajahnya hilang tetapi sebutannya tidak
dilupakan”.
Berkata
Az-Zuhri : “Ilmu itu jantan dan tidak mencintainya selain oleh laki-laki yang
jantan”.
No comments:
Post a Comment